Senin, 24 November 2008
Luruh Sejenak
Selamat malam sayang . . . . kusapa keindahanmu dengan segenap lirih jerit dan air mata
Tahukah engkau sayang, hingga detik inipun aku belum sanggup menerima bahwa ketidakberadaanmu itu adalah nyata
Layaknya seorang anak yang selalu menginginkan keberadaan bunda tercintanya
Selalu marah jika ditinggal walau sejenak
Lihatlah aku sayang....
betapa aku rapuh dan runtuh tanpamu
Sebab hanya kau dari sekian banyak yang mampu melelehkan kebekuan hari-hariku
dan yang berkali-kali berhasil meyakinkan bahwa keluhuran keyakinan kita selalu ada didalam kenyataan sesaat sebelum semua nilai-nilainya kuanggap sebagai kisah lalu belaka
Sayang . . . .
Lihat rintik-rintik hujan malam yang baru saja kita lalui bersama
Bukankah sederas air mataku ?
Tidakkah kau menyadarinya sayang? Kenyataan ini hampir saja membunuhku
Bagai sembilu . . . pedihnya bukan main
Aaarggh...
Baaimana ini . . . Jaraknya yang tak terukur . .
Sayang, Aku betul-betul tak ingin buta keberadaanmu . . . .
Diantara pilar-pilar kota itu tak satupun kutemukan jejak langkahmu yang damai
Mereka menyandramu dariku, menyembunyikanmu dalam lorong-lorong gelap yang tak mampu kujamah . . .
Maaf sayang jika kecengenganku membuatmu goyah dengan keputusanmu
Aku hanya ingin kau ada di sini . . . sejenak . . .
Hingga hujan ini reda. Tak inginkah engkau memelukku walau hanya sedetik
Hanya untuk mengucapkan " Sampai bertemu lagi"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar